Senin, 20 Juni 2011

asfiksia neonatorum

ASFIKSIA NEONATORUM

A.   Definisi
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapnea serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).

B. Etiologi / Penyebab Asfiksia
http://kautsarku.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif                   Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
·       Preeklampsia dan eklampsia
·       Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
·       Partus lama atau partus macet
·       Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
·       Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
·       Lilitan tali pusat
·       Tali pusat pendek
·       Simpul tali pusat
·       Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
·       Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
·       Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
·       Kelainan bawaan (kongenital)
·       Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.



C.   Patofisiologi
Patofisiologi Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

D.   Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
·       Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
·       Warna kulit kebiruan
·       Kejang
·       Penurunan kesadaran

E.    Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999)




4. Dengan Menilai Apgar Skor

Klinis
0
1
2
Detak jantung
Tidak ada
< 100 x/menit
>100x/menit
Pernafasan
Tidak ada
Tak teratur
Tangis kuat
Refleks saat jalan nafas dibersihkan
Tidak ada
Menyeringai
Batuk/bersin
Tonus otot
Lunglai
Fleksi ekstrimitas (lemah)
Fleksi kuat gerak aktif
Warna kulit
Biru pucat
Tubuh merah ekstrimitas biru
Merah seluruh tubuh
         
Nilai 0-3   : Asfiksia berat
Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
F.    Komplikasi
Odem Otak Pendarahan Otak Anuria atau Oliguria Hyperbilirubinemia Obstruksi usus yang fungsional Kejang sampai koma Komplikasi akibat resusitasinya sendiri. (Wirjoatmodjo, 1994 : 168).
G.   Penatalaksanaan
1.  Resusitasi
a.      Begitu bayi lahir tidak menangis , maka lakukan langkah awal yang terdiri dari
·       Hangatkan bayi dibawah pemancar panas atau lampu
·       Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
·       Isap lendir dari mulut kemudian hidung
·      Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering.
·       Reposisi kepala bayi
b.     Bila bayi tidak bernafas, lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40 – 60 kali per menit.
c.      Bila denyut jantung < 60 kali permenit, beri injeksi epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi dada.
       Bila denyut jantung > 60 kali per menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan.
2.  Terapi medikamentosa
Ø  Epineprin
a.    Indikasi :
·       Denyut
     jantung bayi adekuat < 60 kali permenit setelah paling tidak 30 detik
     dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respon
·         Asistolik
Dosis: 0,1 – 0,3 ml / kg bb dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg – 0.03 mg/ kg bb)
Cara: IV atau endotrakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.



Ø  Cairan pengganti volume darah
a.      Indikasi
·      Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
·      Hipovolemia
     kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai dengan pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
b.      Jenis cairan :
·      Larutan
 
Kristaloid yang isotonis ( NACL 0,9 % , ringer laktat)
·      Transfusi darah

c.      Dosis:
dosis awal 10 ml/ kg bb IV pelan selama 10 -15 menit. Dapat diulang
sampai menunjukkan respon klinik
Ø  Bikarbonat
·            Indikasi :
            Asidosis metabolic secara klinik( nafas cepat dan dalam,sianosis)
·            Prasyarat :
            Bayi telah dilakukan ventilasi dengan epektif.
·            Dosis :
            1-2 m Eq / kg bb atau 2 ml / kg bb(4,2 %) atau 1 ml / kg bb (7,4 %)
·            Cara :
            Diencerkan dengan aquabides atau dextrose 5 % sama banyak diberikan
            Secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit
·            Efek samping:
     Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak








Tidak ada komentar:

Posting Komentar