Selasa, 05 Juni 2012

HIV/AIDS PADA BUMIL & JANIN




BAB I
PENDAHULUAN

1.     LATAR BELAKANG
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu penyakit yang ditimbulkan sebagai dampak berkembang biaknya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun.
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain bisa juga ditemukan, misalnya air susu ibu dan juga air liur, tapi jumlahnya sangat sedikit.
Sejumlah 75-85% penularan virus ini terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama para pemakai narkoba suntik yang dipakai bergantian), 3-5% dapat terjadi melalui transfusi darah yang tercemar.
Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-50 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat.
Infeksi pada bayi dan anak-anak 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV, akan tertular virus tersebut melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, proses persalinan dan pemberian ASI.

2.      . TUJUAN
A.    Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu menerapkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan medikamentosa Pada HIV /AIDS
B.     Tujuan Khusus
ü  Mengetahui pengertian pada penyakit HIV / AIDS
ü  Mengetahui tanda gejala HIV / AIDS
ü  Mengetahui bagaimana penularan HIV/AIDS pada janin
ü  Mengetahui cara pencegahan





BAB II
TINJAUAN TEORI

1.       HIV/AIDS PADA IBU HAMIL
A.    DEFINISI
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu penyakit yang ditimbulkan sebagai dampak berkembang biaknya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun.
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain bisa juga ditemukan, misalnya air susu ibu dan juga air liur, tapi jumlahnya sangat sedikit.
Sejumlah 75-85% penularan virus ini terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama para pemakai narkoba suntik yang dipakai bergantian), 3-5% dapat terjadi melalui transfusi darah yang tercemar.
Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-50 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat.
Infeksi pada bayi dan anak-anak 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV, akan tertular virus tersebut melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, proses persalinan dan pemberian ASI.


B.     PENULARAN HIV/AIDS DARI IBU KE BAYI
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain bisa juga ditemukan, misalnya air susu ibu dan juga air liur, tapi jumlahnya sangat sedikit.
Sejumlah 75-85% penularan virus ini terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama para pemakai narkoba suntik yang dipakai bergantian), 3-5% dapat terjadi melalui transfusi darah yang tercemar.
Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-50 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat.
Infeksi pada bayi dan anak-anak 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV, akan tertular virus tersebut melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, proses persalinan dan pemberian ASI.
Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, resiko penularan dapat dikurangi menjadi 8%.
Ibu HIV-positif dapat mengurangi risiko bayinya tertular dengan:
1.      Mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV)
Resiko penularan sangat rendah bila terapi ARV (ART) dipakai. Angka penularan hanya 1 persen bila ibu memakai ART. Angka ini kurang-lebih 4 persen bila ibu memakai AZT selama minggu enam bulan terahkir kehamilannya dan bayinya diberikan AZT selama enam pertama hidupnya.
Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistansi terhadap nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistansi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.
2.      Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya
Semakin lama proses kelahiran, semakin besar risiko penularan. Bila si ibu memakai AZT dan mempunyai viral load di bawah 1000, risiko hampir nol. Ibu dengan viral load tinggi dapat mengurangi risiko dengan memakai bedah Sesar.
3.      Menghindari menyusui
Kurang-lebih 14 persen bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi. Risiko ini dapat dihindari jika bayinya diberi pengganti ASI (PASI, atau formula).
Namun jika PASI tidak diberi secara benar, risiko lain pada bayinya menjadi semakin tinggi. Jika formula tidak bisa dilarut dengan air bersih, atau masalah biaya menyebabkan jumlah formula yang diberikan tidak cukup, lebih baik bayi disusui. Yang terburuk adalah campuran ASI dan PASI. Mungkin cara paling cocok untuk sebagian besar ibu di Indonesia adalah menyusui secara eksklusif (tidak campur dengan PASI) selama 3-4 bulan pertama, kemudian diganti dengan formula secara eksklusif (tidak campur dengan ASI).

C.    KESEHATAN IBU
Penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan HIV-positif yang hamil tidak menjadi lebih sakit dibandingkan yang tidak hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak mempengaruhi kesehatan perempuan HIV-positif.
Namun, terapi jangka pendek untuk mencegah penularan pada bayi bukan pilihan terbaik untuk kesehatan ibu. ART adalah pengobatan baku. Jika seorang perempuan hamil hanya memakai obat waktu persalinan, kemungkinan virus dalam tubuhnya akan menjadi resistan terhadap obat tersebut. Hal ini dapat menyebabkan masalah untuk pengobatan lanjutannya.
 Seorang ibu hamil sebaiknya mempertimbangkan semua masalah yang mungkin terjadi terkait ART:
·         Jangan memakai ddI bersama dengan d4T dalam ART-nya karena kombinasi ini dapat menimbulkan asidosis laktik dengan angka tinggi.
·         Jangan memakai efavirenz atau indinavir selama kehamilan.
·         Bila CD4-nya lebih dari 250, jangan mulai memakai nevirapine.
·         Beberapa dokter mengusulkan perempuan berhenti pengobatannya pada triwulan pertama kehamilan.

D.    CARA PENULARAN HIV/AIDS
  1. Utamanya melalui hubungan seks yang tidak aman ( tanpa kondom ) dengan pasangan yang sudah tertular, baik melalui hubungan seks vaginal, oral, maupun anal ( Anus ).
  2. Memakai jarum suntik bekas dipakai orang yang terinfeksi virus HIV.
  3. Menerima transfusi darah yang terinfeksi virus HIV.
  4. Ibu hamil yang terinfeksi virus HIV akan ditularkan kepada bayinya.
E.     TANDA DAN GEJALA PENYAKIT HIV/AIDS 
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :
·         Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
·         Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.
·         Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
·         System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
·         System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
·         Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah ‘pelvic inflammatory disease (PID)’ dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).

F.     CARA PENCEGAHAN HIV - AIDS
Lima cara pokok untuk mencegah penluaran HIV-AIDS yaitu :
ü Tidak melakukan hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas baik oral vaginal, anal dengan orang yang terinfekasi.
ü Saling setia, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah.
ü Pemakaian kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali resiko penularan HIV/AIDS. 
ü  Tolak penggunaan narkoba ,khususnya narkoba suntik.
ü Jangan memakai jarum suntik bersama.  
ü Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai.
ü Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih jauh dan mencegah penularan
ü Wanita tuna susila agar selalu memeriksakan dirinya secara teratur, sehingga jika terkena infeksi dapat segera diobati dengan benar.
ü Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan.

G.    PENANGANAN DAN PENGOBATAN HIV/AIDS
Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk membantu memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian.
Antibiotik adalah pengobatan untuk gonore. Pasangan seksual juga harus diperiksa dan diobati sesegera mungkin bila terdiagnosis gonore. Hal ini berlaku untuk pasangan seksual dalam 2 bulan terakhir, atau pasangan seksual terakhir bila selama 2 bulan ini tidak ada aktivitas seksual. Banyak antibiotika yang aman dan efektif untuk mengobati gonorrhea, membasmi N.gonorrhoeae, menghentikan rantai penularan, mengurangi gejala, dan mengurangi kemungkinan terjadinya gejala sisa.
Pilihan utama adalah penisilin + probenesid. Antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore, antara lain:
1.      Amoksisilin 2 gram + probenesid 1 gram, peroral
2.      Ampisilin 2-3 gram + probenesid 1 gram. Peroral
3.      Azitromisin 2 gram, peroral
4.      Cefotaxim 500 mg, suntikan Intra Muskular
5.      Ciprofloxacin 500 mg, peroral
6.      Ofloxacin 400 mg, peroral
7.      Spectinomisin 2 gram, suntikan Intra Muskular
Obat-obat tersebut diberikan dengan dosis tunggal.
Pengobatan pada Hamil :
Pada wanita hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan tetrasiklin. Yang direkomendasikan adalah pemberian obat golongan sefalosporin (Seftriakson 250 mg IM sebagai dosis tunggal). Jika wanita hamil alergi terhadap penisilin atau sefalosporin tidak dapat ditoleransi sebaiknya diberikan Spektinomisin 2 gr IM sebagai dosis tunggal.

2.        HIV/AIDS PADA JANIN
Bagi wanita yang sedang hamil dan HIV positif, perkembangan janin dan kesehatan adalah perhatian utama. Janin, saat kita tumbuh dalam rahim, benar-benar aman dari infeksi HIV, tetapi bukan berarti bayi - setelah lahir - tidak dapat tertular HIV. Darah dan cairan vagina adalah cairan transportasi dari virus HIV.            
Jika ibu terinfeksi HIV janin memiliki kesempatan 25% terinfeksi oleh virus. Janin lebih mungkin terinfeksi jika ibu memiliki viral load tinggi, memiliki AIDS, atau memiliki CD4 rendah + jumlah sel. Sampai 50% bayi tertular HIV dari ibunya di akhir kehamilan atau saat melahirkan. Manifestasi dari bawaan, intrapartum, atau infeksi postpartum dapat termasuk: gagal tumbuh, demam, hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, infeksi oportunistik sering (oral thrush). Banyak bayi yang terinfeksi HIV tidak memiliki gejala sampai infeksi oportunistik mulai terjadi. Pengobatan ibu pada paruh terakhir kehamilan mereka, selama proses melahirkan, dan perawatan bayi selama 6 minggu setelah melahirkan dapat menurunkan secara signifikan kemungkinan bayi akan terinfeksi.
HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada janin / bayi yang dilahirkannya. Tanpa perawatan sekitar 20% bayi dari ibu yang mengidap HIV akan tertular.  Ibu yang memiliki jumlah virus (viral loads) lebih banyak, dapat menularkan kepada bayinya.  Meskipun tidak ada batasan aman untuk jumlah virus, infeksi dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, tapi biasanya terjadi sebelum atau selama persalinan.  Bayi dapat mudah tertular virus apabila proses persalinan berlangsung lama, karena selama proses tersebut bayi akan terus kontak dengan darah ibunya.  
Sebuah janin (bayi Anda dari 8 minggu kehamilan sampai kelahiran) atau baru lahir dapat terinfeksi HIV melalui kontak dengan virus dalam darah ibu mereka, sekret serviks dan vagina, dan ASI. Ini adalah ibu status HIV yang penting, bukan transmisi ayahnya-HIV kepada bayi adalah semua tentang virus dalam cairan ibu mereka, bukan dalam air mani ayah mereka. Jika ibu tetap HIV negatif sepanjang kehamilannya, tidak ada risiko pada bayi bahkan jika sang ayah yang HIV positif.
Sebelum lahir (dalam rahim): Beberapa bayi terjangkit HIV karena virus melintasi plasenta selama kehamilan-hal ini tidak terjadi sangat sering, tetapi bisa. Selama kehamilan, suplai darah ibu terhubung ke suplai darah janin melalui tali pusat dan plasenta. Ibu dan bayi tidak berbagi suplai darah yang sama, tapi kadang-kadang HIV dalam darah ibu dapat melewati plasenta dan menginfeksi bayi. Kondisi berikut dapat meningkatkan risiko penularan selama kehamilan:
·         Terinfeksi HIV selama kehamilan. Viral load seseorang adalah sangat tinggi setelah mereka mendapatkan virus, dan viral load yang tinggi meningkatkan risiko penularan ke janin.
·         Infeksi pada korion, membran amnion, atau saluran reproduksi. Infeksi vagina menular seksual seperti klamidia, gonore, dan trikomoniasis dapat menyebabkan lonjakan dalam viral load ibu hamil, yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko penularan pada janinnya.
·         Plasenta Previa. Ini adalah ketika plasenta tumbuh di atas sebagian atau seluruh kondisi leher rahim-yang dapat menyebabkan perdarahan berat sebelum atau selama persalinan. Plasenta previa sering mengoreksi dirinya sebagai rahim mengembang selama kehamilan.
Dalam beberapa penelitian kesehatan didapati bahwa Wanita HIV positif yang hamil akan menghadapi kenyataan yang terkadang diluar kemauannya contohnya abortus spontan, kematian janin dalam kandungan, pertumbuhan janin yang terhambat, berat badan bayi rendah, bayi premaur dan korioamneitis. Selain itu berbagai infeksi menular seksual seperti kandidiasis vulvovaginal, vaginosis bacterial, herpes, gonorea, sifilis dapat menyertai kehamilan pada perempuan HIV positif.


                 Human Immunodeficiency Virus  tandanya pada neonatus adalah parah sariawan, gagal tumbuh, infeksi bakteri berulang, klasifikasi basal ganglia, HIV biasanya menyebabkan janin :
  • Prematuritas
  • Retardasi Pertumbuhan rahim
  •  Berat Lahir Rendah
  • Pembangunan Anomali
  • Penyakit Bawaan
  • Gigih Postnatal Infeksi
  • konjungtivitis
  • Pneumonia
  • sepsis neonatorum
  • Neurologis kerusakan seperti kerusakan otak atau gangguan fungsi motorik
  • Kebutaan, ketulian, atau kelainan bawaan lainnya
  • Akut hepatitis
  • Meningitis
  • Kronis penyakit hati
  • Sirosis






BAB III
PENUTUP
1.      KESIMPULAN

Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain bisa juga ditemukan, misalnya air susu ibu dan juga air liur, tapi jumlahnya sangat sedikit.
Sejumlah 75-85% penularan virus ini terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama para pemakai narkoba suntik yang dipakai bergantian), 3-5% dapat terjadi melalui transfusi darah yang tercemar.
Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-50 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat.
Infeksi pada bayi dan anak-anak 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV, akan tertular virus tersebut melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, proses persalinan dan pemberian ASI.

2.      SARAN
ü  Sebagai bidan harus memiliki kemampuan dan ketrampilan tentang penanganan HIV /AIDS
ü  Sebagai mahasiswa hendaknya lebih serius mempelajari HIV/AIDS
ü  Masyarakat hendaknya mampu diajak kerjasama untuk dapat mencegah tertularnya HIV/AIDS

DAFTAR PUSTAKA

1.      American College of Obstetri dan Ginekologi Komite Nomor Opini 234, 5/00: Caesar Pengiriman Terjadwal dan Pencegahan Penularan Vertikal HIV Infeksi
2.      Anderson, Jean R. MD "Caesar Bagian dan Transmisi Perinatal"-The Johns Hopkins HIV Report 5/99
3.      Elliott, Richard. Kebijakan dan Penelitian dari Jaringan HIV / AIDS Kanada Hukum. Volume 5, Nomor 1, Fall / Winter 1999: Tes HIV & Pengobatan Anak-anak - Kanada HIV / AIDS Kebijakan & Newsletter Hukum
4.      http://kamissore.blogspot.com/HIV/bahaya-infeksi-hiv-pada-kehamilan.
6.      Pedoman Penggunaan Agen antiretroviral pada pasien HIV-1-Terinfeksi Dewasa dan Remaja, 2003/07/14
7.      Rekomendasi untuk Penggunaan Obat antiretroviral pada Wanita HIV-1 hamil yang terinfeksi untuk Kesehatan Ibu dan Intervensi untuk Mengurangi Perinatal HIV-1 Transmisi di Amerika Serikat, 2002/08/30.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar